GERAKAN KPANDUAN HIZBUL WATHAN UM METRO-LAMPUNG

Kader HIZBUL WATHAN nampak bersemangat mengikuti kirab

KOMANDAN IMM KOTA METRO

Beristirahat Sejenak

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 25 Februari 2018

oretan iseng



Malam ini saya membuka laptop yang lama telah usang digerus kejumudan. Begitupun dengan pemikiran ini. semakin lama ternyata semakin tumpul jika tidak digunakan untuk berfikir.
bagi saya proses berfikir diawali dari membaca, dan dilanjutkan dengan menulis.
hari ini saya sangat sulit untuk merangkai kata seperti biasanya. bahkan tempo hari ditawari oleh seorang aktifis kemahasiswaan untuk saya dapat menulis di websitenya pun saya tolak. karena jelas hasil dari tulisan saya akan buruk bahkan tidak bermutu.
seperti halnya curhatan pada malam hari ini.

sebagai seorang yang setidaknya pernah hidup di kampus selama 4 tahun. saya sedikit miris, banyaknya mahasiswa yang cerdas, pintar presentasi, hebat orasi,  IPK tinggi namun belum pernah menulis di koran-koran, buletin-buletin dan media-media lain walaupun hanya sekedar opini.
saya tidak harus mendapatkan persetujuan dari para pembaca untuk hal tersebut, namun itulah yang saya lihat hari ini.

saya sering membayangkan, kadang sambil "menyadap" pohon karet. melihat guru-guru yang hanya di gaji "ucapan terimakasih", miris batin saya. guru honorer yang dituntut menjadi mata panah peradaban, dibayar dibawah upah minimum. sementara sejelek-jeleknya kualitas latex petani dihargai lebih tinggi dibandingkan pengabdian guru. gaji yang begitu kecilnya tersebut harus dibagi-bagi supaya bisa bertahan hidup di NKRI.

saya juga sering membayangkan, kadang sambil tiduran dibawah kolong langit ciptaan Tuhan.
Mahasiswa dengan IPK-IPK tinggi itu "mau" semua membersamai rakyat, turun ke sawah-sawah, membawa cangkul, menanam bersama petani seperti kata Tan Malaka.

saya sangat sering membayangkan. kadang sambil membaca buku-buku karya Pramodya Ananta Tour. wanita-wanita desa ini seperti Nyai Ontosoroh. semangat literasinya yang mengagumkan itu bisa ia tularkan pada putrinya.

namun itu semua hanya bayangan saya. kenyataannya mungkin akan terjadi di antah berantah zaman.
dan zaman hari ini hanyalah bunga rampai dari zaman yang akan datang. tentu yang kita harapkan bersama seperti puisi buatan saya dibawah ini.

zaman yang akan datang 
adalah zaman yang penuh dengan kemewahan literasi
kekayaan budi pekerti dan keniscayaan toleransi

walau jalan literasi itu sunyi,
namun Tuhan telah memberi janji,
bahwa ia yang membaca tanda-tanda 
akan dibawa oleh tanda-tanda

mereka dianggap kiri, maka mereka yang dianggap kanan harus lebih dari ini